mohammadidris.id – Wali Kota Depok Mohammad Idris mengisi Kajian Subuh dalam Majelis Taklim Bulanan Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemerintah Kota (Pemkot) Depok di Masjid Balai Kota Depok, Jumat (30/08/2024).
Wali Kota Depok yang kerap disapa Kyai Idris tersebut menyampaikan materi mengenai kaitan agama dan politik dalam pandangan Islam.
Menurutnya, banyak buku-buku dalam Islam yang menjelaskan tentang masalah politik, salah satu buku yang lama yaitu Al-Ahkam as-Sulthaniyyah yang merupakan karya monumental al-Mawardi yang kuat diyakini ditulis atas permintaan Khalifah al-Qa’im bi Amrillah (422–467 H) yang menjelaskan Hukum-hukum Pemerintahan.
“Kalau buku yang baru banyak ulama yang menulis tentang masalah politik pemerintahan, ada eksekutif, legislatif dan yudikatif, itu ada,” kata Kyai Idris di sela-sela mengisi Kajian Subuh tersebut.
“Misalnya buku karangan Al Imam Sayyid Ahmad, As Sulthan Al Idariyah wa Siyasah Syari’iyah, di situ dijelaskan tentang sistem administrasi negara dalam syariah Islam, jadi dalam khazanah Islam sudah ada, ada juga buku yang menjelaskan moralitas dalam berpolitik,” jelasnya.
Ada juga buku karya Wahbah Zuhaili, Al Imam Yusuf Qordhowi dan lain-lainnya, yang membahas sunah sebagai sumber pengetahuan dan peradaban.
“Di situ diungkap hadits-hadits nabi yang menjelaskan tentang pembangunan peradaban, baik dalam ekonomi, politik, sosial, pertanian dan ketahanan keluarga, bagaimana Rasul menghadapi permasalahan tersebut,” tutur Kyai Idris.
Selanjutnya, yang mau dipelajari ialah buku Al Imam Yusuf Qordhowi dengan karya Ad-Dinu wa Syiasah yang menjelaskan pandangan agama dan politik.
“Ada dua pandangan, ada yang skeptis atau sinis pada politik dan yang ekstrim pada politik,” ujarnya.
“Ada pandangan yang anti politik dan juga ada yang berlebihan mendewakan politik, ini dua pandangan yang beliau mengutip ternyata ulama ulama islam, antara lain Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah pada tahun 751 Hijriah sudah menulis ini,” ungkapnya.
“Dalam bukunya, beliau juga mengutip pandangan Imam Syafi’i yang mengatakan tdak ada siyasah, tidak ada politik kecuali harus sesuai dengan syariat, karena dalam politik sebagian dari pada syariah,” katanya.
Yang pertama, Imam Syafi’i dan Ibnu Aqil menyatakan politik adalah syariah, permasalahan politik bukan permasalahan akidah, tetapi ijtihadiyah.
“Usaha-usaha yang memang berijtihad, landasannya ialah empat hal yang menjadi tujuan pokok dalam syariat,” ucap Kyai Idris.
“Selama tidak merusak, selama terlindunginya agama, selama terlindunginya diri kita,” tambahnya.
“Setiap orang merasa dilindungi, ada perlindungan, perlindungan akal, perlindungan keturunan harta, itu juga dilindungi,” tuturnya.
“Makanya dalam pemerintahan diatur itu semuanya, diantaranya, hifzun nasl atau memelihara masalah keturunan yang di dalamnya ada peraturan tentang masalah ketahanan keluarga itu,” ungkapnya.
“Makanya dalam hal ini Ijtihad para ulama bisa berbeda,” ucapnya.
Dia melanjutkan, Rasulullah pernah bersabda, tidak akan baik masyarakat atau orang awam dari umatku kecuali terbujuknya orang-orang yang spesial atau orang-orang yang mengatur mereka.
Lalu, sahabat kembali bertanya, siapa itu orang orang yang engkau maksud spesial selain orang-orang awam, dibahasa yang umum pemimpin.
Kemudian, Rasul menjawab, orang-orang yang spesial dari umatku itu ada empat, pertama, yang memiliki kewenangan.
“Di kita ada eksekutif, yudikatif dan legislatif yang punya kewanangam sendiri, TNI-POLRI ada kewenangan atau tupoksi (tugas pokok dan fungsi) sendiri, ini yang dikatakan sebagai pemilik kewenangan,” terangnya.
Kedua, ulama, yang dimaksud tidak hanya yang mempelajari ilmu agama tetapi juga cendikiawan atau teknokrat yang mempelajari berbagai macam ilmu.
Ketiga, yang bertransaksi dengan harta dan materi, dapat diartikan, pengusaha, pedagang, kontraktor atau yang lainnya.
Sahabat bertanya lagi, kenapa yang empat itu ya Rasulullah? Rasul menjawab, para pemegang kewenangan adalah penjaga pelindung masyarakat.
“Jadi fungsinya menjaga dan melindungi masyarakat, ada penjaga dan pelindung keamanan, kejahatan, pengaturan ketertiban,” tutur Kyai Idris.
“Kalau si pemengang kewenangan kaya serigala, tidak benar, maka siapa lagi yang bisa melindungi masyarakat,” ujarnya.
Sedangkan, ulama ini ibarat dokter di masyarakat, sebab, kalau dokter sakit, maka siapa lagi yang bisa mengobati orang sakit.
Ulama harus menjalankan fungsinya sebagai ulama dalam bidangnya masing-masing.
“Para tokoh agama, sebagai petunjuk jalan bagi masyarakat, kalau petunjuk ini sesat siapa lagi yang bisa memberikan petunjuk kepada masyarakat,” kata Kyai Idris.
Pedagang dan pengusaha, ini adalah orang-orang yang diamanatkan oleh Allah, kalau mereka berkhianat dengan profesinya kepada siapa lagi masyarakat bersandar.
“Dari hadits ini sangat jelas permasalahan-permasalahan kenegaraan, kepemimpinan dalam negara hingga kabupaten/kota merupakan bagian yang masuk dalam ajaran agama, makanya harus dilakukan dengan cara-cara yang sesuai dengan syariat,” terangnya.
Untuk itu, dalam memilih pemimpin juga harus sesuai syariat, jangan sampai memilih pemimpin yang melanggar syariat.
“Jadilah pemilih yang cerdas, mudah-mudahan apa yang disampaikan dapat memberikan barokah dan manfaat kepada kita agar kita sadar dan engeh terhadap politik, tidak anti politik agar tidak dipolitisasi,” tutup Kyai Idris.